Minyak Dunia Turun, Pemerintah Diminta Turunkan Harga Pertalite
Baturajaradio.com - Harga minyak dunia yang sempat menyentuh USD 100 per barel kini USD 74,29. Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS, Rofik Hananto, menuntut pemerintah untuk menurunkan harga Pertalite, imbas turunnya harga minyak dunia.
Ia mengatakan, seharusnya penurunan harga minyak dunia diikuti dengan turunnya harga BBM bersubsidi dalam negeri. Terlebih, sudah ada beberapa negara-negara maju seperti Inggris dan Amerika yang sudah menurunkan harga BBM terlebih dulu.
"Kan ngenas, masyarakat di dunia menikmati turunnya harga, sementara masyarakat kita yang ekonominya masih susah ini tidak ikut menikmatinya," kata Rofik, Ahad (18/12).
Saat ini, harga jual Pertalite yang sebesar Rp 10.000 per liter sejak dinaikkan pada 3 September 2022 lalu sudah mulai mendekati harga keekonomiannya. Meski begitu, belum ada wacana pemerintah menurunkan harga BBM RON 90 tersebut.
Rofik merespon alasan pemerintah tidak menurunkan harga BBM subsidi dikarenakan Pertalite belum capai harga keekonomian. Ia merasa, dana kompensasi dan subsidi pemerintah sebelumnya sudah dialokasikan dengan asumsi 100 dollar AS per barel.
Maka itu, ia menekankan, sudah seharusnya ketika harga minyak dunia turun begitu pula dengan harga BBM subsidi. Rofik menegaskan, dana ini sudah menjadi hak dari masyarakat, apalagi ketika harga minyak mentah memang sudah di bawah asumsi.
"Kalau level harga minyak mentah sudah di bawah asumsi ya otomatis harus turun juga harga BBM-nya," ujar Rofik.
Bahkan, ia mengingatkan, penurunan harga BBM bersubsidi ini seharusnya dilakukan sejak Agustus, ketika harga minyak dunia sudah turun. Rofik meminta pemerintah konsisten dengan penggunaan dana kompensasi dan subsidi yang sudah dialokasikan.
Terlebih, lanjut Rofik, dana tersebut tercantum dalam APBN yang turut disepakati dengan DPR. Rofik berpendapat, sikap pemerintah yang inkonsisten ini dapat memunculkan kecurigaan masyarakat terhadap upaya pembangunan pemerintah lainnya.
"Apalagi, saat ini sebagian publik menengarai banyaknya alokasi anggaran yang tidak tepat seperti anggaran negara untuk kereta cepat, pembangunan IKN, rencana pemberian insentif subsidi untuk pembelian kendaraan listrik dan lain-lain," kata Rofik.
Tidak ada komentar