Subvarian BA.4 dan BA.5 Miliki Kemampuan Menyiasati Antibodi
Baturajaradio.com - Sudah beberapa waktu terakhir kasus penambahan Covid-19 bertahan di 500-an kasus per hari. Hari ini, Selasa (14/6/2022) kasus virus corona bertambah hampir 100 persen yaitu menjadi 930 kasus.
DKI Jakarta kembali menyumbang jumlah kasus terbanyak dengan total 517. Disusul oleh Jawa Barat dengan total 162 kasus, kemudian Banten dengan total 109 kasus.
Bukan cuma itu, Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI, dr Mohammad Syahril, mengonfirmasi adanya tambahan kasus Omicron BA.4 dan BA.5. Kini ada 20 kasus Omicron BA.4 dan BA.5 di Indonesia.
"Dua kasus adalah sub varian BA4, dan 18 kasus sub varian BA.5," kata Syahril saat dikonfirmasi.
Dua varian baru diperkirakan menyebabkan kenaikan kasus. Total kasus aktif kini mencapai 5.298.
Guru Besar Fakultas Kedokteran dari Universitas Indonesia, Prof. Tjandra Yoga Aditama mengatakan, saat ini dua varian baru tersebut sudah masuk dalam varian of concern (VOC) Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (ECDC).
"BA.4 dan BA.5 bermula di negara kita dari laporan empat kasus di Bali, lalu ada tambahan empat kasus lagi di Jakarta, total delapan orang. Juru Bicara Kemenkes juga menyampaikan ada 12 kasus lagi yang sedang dianalisa, jadi dalam beberapa hari sudah menjadi 20 dari empat orang awalnya, naik lima kali lipat," tutur Tjandra.
ECDC menyebutkan dua varian baru ini pertama ditemukan di Afrika Selatan pada Januari dan Februari 2022. BA.4 and BA.5 adalah bagian dari Omicron clade (B.1.1.529).
ECDC meningkatkan klasifikasi BA.4 and BA.5 dari variants of interest menjadi variants of concern (VOC) pada Ahad (12/6/2022). Diperkirakan akan menjadi dominan di Eropa dalam minggu-minggu mendatang.
"Peningkatannya tergantung dua faktor. Pertama proteksi imunitas tergantung cakupan dan kapan waktu vaksinasi sebelumnya," ujarnya.
Secara umum memang tidak ada bukti varian baru ini lebih parah. Namun tetap harus amat diwaspadai peningkatan hospitalisasi (dan ICU) pada mereka yang berusia di atas 60 atau 65 tahun.
"Hingga kini masih dikumpulkan data tentang efektivitas obat monoclonal antibodies (mAb) pada BA.4 dan BA.5. Tetapi sejauh ini nampaknya efeknya sedikit menurun atau tetap saja," tambah Tjandra.
Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengingatkan subvarian BA.4 dan BA.5 mudah sekali menginfeksi tubuh manusia. Bahkan, yang sudah mendapatkan vaksin Covid-19 dan yang pernah tertular virus ini termasuk omicron subvarian lainnya ternyata bisa kembali terpapar alias reinfeksi.
"Subvarian BA.4 dan BA.5, terutama BA.5 mudah sekali menginfeksi tidak hanya orang yang belum divaksin, bahkan sudah divaksin dua dosis. Kemudian yang sudah terinfeksi Covid-19 subvarian BA.1 dan BA.2 atau BA.3 bisa terinfeksi lagi oleh BA.4 dan BA.5," ujar Dicky saat dihubungi Republika, Selasa (14/6/2022).
Artinya, dia melanjutkan, masyarakat yang sudah mendapatkan vaksin atau menjadi penyintas bisa terpapar virus ini. Ia menjelaskan, ketika seseorang terinfeksi BA.4 dan BA.5, varian ini mudah terikat di reseptor ACE2 dan sel tubuh organ tubuh manusia khususnya sel paru. Dengan kemampuan yang dimiliki BA.4 dan BA.5, ia menjelaskan subvarian ini memiliki kemampuan menyiasati antibodi tubuh, baik dari yang diperoleh dari terinfeksi dan vaksinasi. Tak heran, akhirnya subvarian ini kemudian bisa masuk ke sel tubuh manusia.
"Itulah sebabnya kenapa BA.4 dan BA.5 mudah menginfeksi dan membuat timbulnya gejala," katanya.
Terkait subvarian bisa menyebabkan penambahan kasus Covid-19, ia memperkirakan pertumbuhannya bisa 12 hingga 13 persen kalau tidak ada upaya yang memadai, misalnya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dicabut, vaksinasinya buruk, perilaku masyarakat memakai masker buruk.
"Akibatnya kasus Covid-19 bisa dominan dalam dua pekan," katanya.
Efeknya, ia memprediksi penambahan kasus Covid-19 akibat subvarian ini bisa menyebabkan peningkatan infeksi atau kasus yang baru. Ia mewanti-wamti kalau tidak menerapkan mitigasi yang memadai maka BA.4 dan BA.5 bisa berpotensi jadi gelombang baru dalam beberapa pekan atau bulan mendatang. Meski tidak memiliki keparahan infeksi atau penularannya sama seperti varian Omicron yang lainnya, Dicky mengingatkan kalau jumlah infeksinya banyak maka sejumlah orang yang rawan, seperti yang belum divaksin, mendapatkan dosis penguat (booster), menurun fungsi proteksi vaksin bisa mengalami gejala parah dan masuk ke rumah sakit (RS).
"Kalau parah (gejalanya) bisa menyebabkan kematian pada orang yang punya penyakit penyerta (komorbid) meski jumlahnya lebih rendah dibandingkan saat ada varian Delta," katanya.
Dicky namun melihat Indonesia dalam dua tahun terakhir memiliki modal imunitas tubuh. Faktor ini yang membuat orang yang terpapar subvarian virus ini akan banyak yang tidak bergejala.
"Namun yang saya amati juga dari negara lain, meski cakupan vaksinasi Covid-19 di sebuah negara sudah di atas 80 persen misalnya Portugal tetapi populasi lansianya lebih dominan dan tidak memiliki bekal hybrid bisa berisiko lebih besar. Immunity hybrid adalah terinfeksi Delta dan penduduknya sudah divaksin lengkap namun kalau negaranya belum terdampak varian Delta maka berisiko lebih besar karena blokadenya (menghalangi BA.4 dan BA.5) tidak memadai," ujarnya.
Kendati demikian, ia mengingatkan status imunitas tubuh tidak bisa hanya jadi andalan. Harus tetap dikombinasi dengan memakai masker. Artinya, ia mengingatkan masker menjadi penting. "Meski tidak diwajibkan, gunakan masker untuk proteksi dan keamanan," katanya.
(https://www.republika.co.id/berita/rdgrln328/subvarian-ba4-dan-ba5-miliki-kemampuan-menyiasati-antibodi)
Tidak ada komentar