Penembakan Pendemo Myanmar Berlanjut
Baturajaradio.com -- Pasukan keamanan Myanmar menembak mati sekurangnya 12 orang dalam aksi unjuk rasa menentang kudeta militer, Kamis (11/3).
Dewan Keamanan (DK) PBB menyerukan pasukan keamanan berhenti menggunakan senjata mematikan.
Media Myanmar dan unggahan di media sosial pada Kamis menunjukkan, sekurangnya ada delapan orang tewas di Myaing.
Sedangkan empat orang lainnya tewas di Yangon, Mandalay, Bago, dan Taungoo. Kelompok advokasi Assistance Association for Political Prisoners (AAPP) mengatakan, lebih dari 70 orang tewas sejak massa terus turun ke jalan menentang kudeta.
Korban tewas di Yangon adalah Chit Min Thu. Istrinya, Aye Myat Thu, mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa sang suami berkeras ikut aksi unjuk rasa. Chit Min Thu tak mengindahkan permintaan istrinya agar ia tetap tinggal di rumah demi putra mereka.
"Ia mengatakan, ini layak dipertaruhkan dengan nyawa," kata Aye Myat Thu, dengan mata basah. "Ia justru cemas karena orang tidak ikut bergabung dalam protes. Jika itu terjadi, demokrasi tak akan pulih di negara ini," katanya menambahkan.
Kamis termasuk hari paling berdarah sejak militer mengambil alih kekuasaan pada 1 Februari. Militer yang menuding kecurangan dalam pemilihan umum tahun lalu, menahan Ketua Partai National League for Democracy (NLD), Aung San Suu Kyi, dan Presiden Win Myint.
Penyelidik khusus PBB untuk hak asasi manusia (HAM) di Myanmar, Tom Andrews menilai, semakin banyak bukti bahwa militer Myanmar mungkin melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.
"Rakyat Myanmar tidak hanya membutuhkan kata-kata dukungan, tetapi juga tindakan suportif. Mereka membutuhkan bantuan komunitas internasional sekarang," kata Andrews kepada Dewan HAM PBB pada Rabu (10/3), dikutip laman Anadolu Agency.
Andrews menyerukan penerapan sanksi multilateral terhadap junta serta perusahaan minyak dan gas Myanmar milik militer. Komunitas internasional pun dapat memberlakukan embargo senjata terhadap Myanmar.
Sementara itu, Pemerintah Rusia menyoroti situasi di Myanmar. Selama ini Cina dan Rusia adalah dua anggota tetap DK PBB, yang kerap menentang resolusi yang keras terhadap Myanmar.
Dalam pandangan kami, situasinya mengkhawatirkan. Dan kami prihatin dengan informasi yang datang dari sana tentang meningkatnya korban sipil," kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, Jumat (12/3).
Tinggalkan Myanmar
Inggris, pada Jumat, meminta warganya untuk segera keluar dari Myanmar. Jika tidak bisa keluar dari Myanmar, mereka diminta untuk tetap tinggal di rumah karena kekerasan terus meningkat di Myanmar.
Seruan itu disampaikan kantor urusan luar negeri dan persemakmuran Inggris, Foreign, Commonwealth & Development Office (FCDO) di bawah Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Inggris.
"Foreign, Commonwealth & Development Office (FCDO) menyarankan kepada warga Inggris untuk segera meninggalkan negara tersebut (Myanmar--Red) dengan angkutan komersial, kecuali jika mereka memiliki alasan mendesak untuk tetap tinggal," demikian isi pengumuman Kemenlu Inggris.
"Ketegangan politik dan kerusuhan menebar sejak pengambilalihan oleh militer, dan tingkat kekerasan juga meningkat," katanya.
Korea Selatan (Korsel) juga menangguhkan kerja sama pertukaran personel pertahanan dengan Myanmar, melarang ekspor senjata ke Myanmar, serta membatasi ekspor barang strategis. Korsel juga mengkaji ulang bantuan dana pembangunan ke Myanmar serta mengizinkan warga Myanmar tetap tinggal di Korsel hingga situasi membaik.
"Meski ada tuntutan berkali-kali dari komunitas internasional, termasuk Korsel, jumlah korban terus meningkat di Myanmar akibat kekerasan yang dilakukan militer dan polisi," kata pernyataan Kemenlu Korsel, Jumat.
(https://www.republika.id/posts/14937/penembakan-pendemo-myanmar-berlanjut)
Tidak ada komentar