Tahukan Anda, Besok 26 September "Hari Statistik Nasional"
Baturajaradio.com - Setiap tanggal 26 September, bangsa Indonesia memperingati Hari Statistik Nasional (HSN). Dipilihnya tanggal 26 September dikarenakan pada tanggal tersebut diundangkannya Undang Undang No. 7 Tahun 1960 tentang Statistik, sebagai pengganti Statistiek Ordonnantie 1934 yang merupakan warisan Kolonial.
Demikian disampaikan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten OKU, Ir. Budiriyanto, MAP disela-sela kegiatan pertandingan dan lomba memperingati Hari Statistik Nasional di halaman kantor BPS Kabupaten OKU, Kamis (25/7) yg diikuti seluruh pegawai, karyawan, Dharma Wanita Persatuan BPS Kabupaten OKU dan mitra statistik perwakilan seluruh kecamatan di Kabupaten OKU.
Menurut Budiriyanto, kelahiran Undang Undang itu merupakan fenomena yang baru untuk insan statistik karena sebagai tonggak awal perkembangan statistik di Indonesia pasca kemerdekaan 1945.
Berselang setahun sejak penetapan HSN, Presiden, atas persetujuan DPR, berhasil mengesahkan Undang Undang Statistik yang baru, yaitu UU No. 16 Tahun 1997, sebagai pengganti UU No 6 Tahun 1960 tentang Sensus dan UU No. 7 Tahun 1960 tentang Statistik, dikarenakan sudah sesuai lagi dan tidak dapat menampung berbagai perkembangan keadaan, tuntutan masyarakat, dan kebutuhan pembangunan.
Undang Undang Statistik yang telah disahkan pada tahun 1997, telah membuat perubahan radikal, mereformasi penyelenggaraan statistik, mendahului lahirnya era reformasi 1998.
UU tersebut mengatur secara seimbang hak dan kewajiban penyelenggara statistik, responden maupun masyarakat pengguna statistik. Selain itu, juga diatur lingkup tugas dan fungsi para penyelenggara statistik.
Mengacu pada UU tersebut, jenis statistik dibedakan menjadi tiga, yaitu: statistik dasar, yang menjadi tanggung jawab Badan Pusat Statistik (BPS), statistik sektoral, tanggung jawab Instansi Sektoral (Kementerian' Lembaga /SKPD) dan statistik khusus, tanggung jawab Lembaga Penelitian Swasta dan penyelenggara statistik lain di luar pemeritah.
Ini artinya, selain penyelenggara statistik oleh pemerintah, UU juga memberi ruang dan kepastian hukum bagi penyelenggara statistik swasta. Karena itu, sejak diundangkannya UU No. 16/1997, statistik bukan lagi monopoli BPS, melainkan bagian dari tanggung jawab kita semua.
Pada sisi lain, untuk menjaga independensi BPS, serta memberi kemudahan kepada masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan data yang dihasilkannya, UU juga memberi kewenangan kepada BPS, mengumumkan hasil statistik yang diselenggarakannya secara transparan dalam bentuk berita resmi statistik.
Ini merupakan lompatan reformasi dalam perjalanan statistik mengingat sebelumnya hasil penyelenggaraan statistik terlebih dahulu dilaporlan kepada Presiden, kemudian diumumkan oleh Menteri Penerangan (ketika itu disampaikan oleh Pak Harmoko) setelah sidang kabinet.
UU tersebut juga mengamanatkan dibentuknya Forum Masyarakat Statistik. Forum yang keanggotaannya terdiri atas unsur-unsur pemerintah, pakar, praktisi, dan tokoh-tokoh masyarakat dimaksudkan sebagai wadah untuk menampung aspirasi masyarakat dan bertugas memberikan pertimbangan/saran kepada BPS dalam penyelenggaraan statistik.
Sejalan dengan itu, untuk memberikan perlindungan bagi pihak yang dirugikan, dalam UU itu juga diatur sanksi terhadap pelanggaran norma dalam penyelenggaraan statistik.
Seiring dengan kemajuan suatu bangsa, statistik semakin menunjukkan perannya. Hampir semua aspek kehidupan tidak lepas dengan statistik. Bahkan pada era retormasi dan otonomi daerah, statistik merjadi kian populer. Ini ditandai maraknya berbagai survei maupun quick count, serta penyelenggaraan statistik lainnya.
Pada sisi lain, tidak bisa dipungkiri kita juga masih mendengar berita miring tentang data statistik. Misalnya, munculnya perbedaan data antara BPS dan instansi yang lain sehingga membingungkan konsumen data.
Terkait kualitas data statistik, pada dasarnya tidak terlepas dari kepedulian kita, bailk penyelenggara maupun masyarakat sebagai responden. Ada ungkapan yang cukup populer yaitu GIGO (gerbage in, garbage out), kalau yang masuk sampah, keluar juga sampah.
Karena itu, ketika masyarakat atau dunia usaha terkena sensus atau survei tidak memberikan jawaban apa adanya, bisa dibayangkan bagaimana kualitas data statistik yang dihasilkannya.
Berkaitan dengan itu, HSN hendaknya menjadi momentum bagi penyelenggara statistik dan masyarakat pada umumnya, untuk bersama-sama meningkatkan perhatian dan kepeduliannya pada upaya peningkatan kualitas statistik.
Karena pada intinya, ruh penetapan HSN dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat (baik penyelenggara, pengguna, maupun responden) akan arti pentingnya statistik.
Sebagai penyelenggara, harus sadar untuk menggunakan metode statistik yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah serta memegang teguh kode etik dan prinsip statistik.
Masyarakat sebagai pengguna data juga harus sadar dan memahami konsep, definisi, serta metodologi yang digunakannya sehingga tidak salah dalam menginterpretasikan data. Dan tidak kalah pentingnya, masyarakat sebagai responden juga harus sadar untuk memberikan jawaban atau keterangan yang jujur apa adanya ketika menjadi responden dalam penyelenggaraan statistik.
Dengan cara demikian, ke depan diharapkan diperoleh data statistik yang berkualitas dan terpercaya guna mendukung pembangunan menuju masyarakat Indonesia yang semakin sejahtera.
Demikian disampaikan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten OKU, Ir. Budiriyanto, MAP disela-sela kegiatan pertandingan dan lomba memperingati Hari Statistik Nasional di halaman kantor BPS Kabupaten OKU, Kamis (25/7) yg diikuti seluruh pegawai, karyawan, Dharma Wanita Persatuan BPS Kabupaten OKU dan mitra statistik perwakilan seluruh kecamatan di Kabupaten OKU.
Menurut Budiriyanto, kelahiran Undang Undang itu merupakan fenomena yang baru untuk insan statistik karena sebagai tonggak awal perkembangan statistik di Indonesia pasca kemerdekaan 1945.
Berselang setahun sejak penetapan HSN, Presiden, atas persetujuan DPR, berhasil mengesahkan Undang Undang Statistik yang baru, yaitu UU No. 16 Tahun 1997, sebagai pengganti UU No 6 Tahun 1960 tentang Sensus dan UU No. 7 Tahun 1960 tentang Statistik, dikarenakan sudah sesuai lagi dan tidak dapat menampung berbagai perkembangan keadaan, tuntutan masyarakat, dan kebutuhan pembangunan.
Undang Undang Statistik yang telah disahkan pada tahun 1997, telah membuat perubahan radikal, mereformasi penyelenggaraan statistik, mendahului lahirnya era reformasi 1998.
UU tersebut mengatur secara seimbang hak dan kewajiban penyelenggara statistik, responden maupun masyarakat pengguna statistik. Selain itu, juga diatur lingkup tugas dan fungsi para penyelenggara statistik.
Mengacu pada UU tersebut, jenis statistik dibedakan menjadi tiga, yaitu: statistik dasar, yang menjadi tanggung jawab Badan Pusat Statistik (BPS), statistik sektoral, tanggung jawab Instansi Sektoral (Kementerian' Lembaga /SKPD) dan statistik khusus, tanggung jawab Lembaga Penelitian Swasta dan penyelenggara statistik lain di luar pemeritah.
Ini artinya, selain penyelenggara statistik oleh pemerintah, UU juga memberi ruang dan kepastian hukum bagi penyelenggara statistik swasta. Karena itu, sejak diundangkannya UU No. 16/1997, statistik bukan lagi monopoli BPS, melainkan bagian dari tanggung jawab kita semua.
Pada sisi lain, untuk menjaga independensi BPS, serta memberi kemudahan kepada masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan data yang dihasilkannya, UU juga memberi kewenangan kepada BPS, mengumumkan hasil statistik yang diselenggarakannya secara transparan dalam bentuk berita resmi statistik.
Ini merupakan lompatan reformasi dalam perjalanan statistik mengingat sebelumnya hasil penyelenggaraan statistik terlebih dahulu dilaporlan kepada Presiden, kemudian diumumkan oleh Menteri Penerangan (ketika itu disampaikan oleh Pak Harmoko) setelah sidang kabinet.
UU tersebut juga mengamanatkan dibentuknya Forum Masyarakat Statistik. Forum yang keanggotaannya terdiri atas unsur-unsur pemerintah, pakar, praktisi, dan tokoh-tokoh masyarakat dimaksudkan sebagai wadah untuk menampung aspirasi masyarakat dan bertugas memberikan pertimbangan/saran kepada BPS dalam penyelenggaraan statistik.
Sejalan dengan itu, untuk memberikan perlindungan bagi pihak yang dirugikan, dalam UU itu juga diatur sanksi terhadap pelanggaran norma dalam penyelenggaraan statistik.
Seiring dengan kemajuan suatu bangsa, statistik semakin menunjukkan perannya. Hampir semua aspek kehidupan tidak lepas dengan statistik. Bahkan pada era retormasi dan otonomi daerah, statistik merjadi kian populer. Ini ditandai maraknya berbagai survei maupun quick count, serta penyelenggaraan statistik lainnya.
Pada sisi lain, tidak bisa dipungkiri kita juga masih mendengar berita miring tentang data statistik. Misalnya, munculnya perbedaan data antara BPS dan instansi yang lain sehingga membingungkan konsumen data.
Terkait kualitas data statistik, pada dasarnya tidak terlepas dari kepedulian kita, bailk penyelenggara maupun masyarakat sebagai responden. Ada ungkapan yang cukup populer yaitu GIGO (gerbage in, garbage out), kalau yang masuk sampah, keluar juga sampah.
Karena itu, ketika masyarakat atau dunia usaha terkena sensus atau survei tidak memberikan jawaban apa adanya, bisa dibayangkan bagaimana kualitas data statistik yang dihasilkannya.
Berkaitan dengan itu, HSN hendaknya menjadi momentum bagi penyelenggara statistik dan masyarakat pada umumnya, untuk bersama-sama meningkatkan perhatian dan kepeduliannya pada upaya peningkatan kualitas statistik.
Karena pada intinya, ruh penetapan HSN dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat (baik penyelenggara, pengguna, maupun responden) akan arti pentingnya statistik.
Sebagai penyelenggara, harus sadar untuk menggunakan metode statistik yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah serta memegang teguh kode etik dan prinsip statistik.
Masyarakat sebagai pengguna data juga harus sadar dan memahami konsep, definisi, serta metodologi yang digunakannya sehingga tidak salah dalam menginterpretasikan data. Dan tidak kalah pentingnya, masyarakat sebagai responden juga harus sadar untuk memberikan jawaban atau keterangan yang jujur apa adanya ketika menjadi responden dalam penyelenggaraan statistik.
Dengan cara demikian, ke depan diharapkan diperoleh data statistik yang berkualitas dan terpercaya guna mendukung pembangunan menuju masyarakat Indonesia yang semakin sejahtera.
Tidak ada komentar