"Maaf Kalau Nanti Akses Facebook & Youtube Ditutup"
Baturaja Radio - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Rudiantara, mendorong perusahaan platform media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Youtube membantu pemerintah dalam mencegah paham radikal di Indonesia. Rudiantara pun mengancam penutupan akses platform media sosial yang tidak kooperatif mendukung pemerintah.
Rudiantara mengatakan kalau perusahaan platform media sosial tidak melakukan perbaikan dalam hal penutupan akun radikal maka pemerintah akan menutup akses platform tersebut. "Mohon maaf teman-teman yang main pakai Facebook, atau Youtube kalau terpaksa harus (ditutup) karena tugas pemerintah bertugas menjaga ini kondusif," kata Rudiantara usai menghadiri Deklarasi Anti Radikalisme Perguruan Tinggi Se-Jawa Barat di Universitas Padjadjaran, Kota Bandung, Jumat (14/7).
Ia menyebutkan ancaman tegas ini menjadi tindak lanjut atas kekecewaan pemerintah Indonesia pada kebijakan platform media sosial internasional. Sebab, permintaan pemerintah menindak akun berbahaya tidak sepenuhnya dipenuhi.
Menurut dia, selama 2016 paltform media sosial internasional hanya menutup 50 persen akun dari yang diminta oleh Kemkominfo untuk ditindak. "Pada 2016, permintaan untuk men-takedown akun di medsos maupun file video sharing itu, 50 persen dilakukan oleh penyedia platform internaisonal media sosial. Ini mengecwakan bagi kami sehingga kami minta diperbaiki ini," kata dia.
Rudiantara mengatakan penyebaran radikalisme lewat dunia maya sudah semakin marak. Paham radikal disisipkan secara online sehingga memudahkan penyisipan doktrin-doktrin menyimpang.
Menurut Rudiantara, penyebaran konten radikal di dunia maya terbagi lewat situs dan media sosial. Dia menerangkan penindakan situs yang berperan menyebarkan konten radikalisme lebih mudah karena pemerintah dapat langsung melakukan blokir. Sementara media sosial, pemerintah harus melalui komunikasi dengan perusahaan terkait.
Menindaklanjuti ini, Rudiantara telah mengutus perwakilannya untuk berkomunikasi dengan perusahaan penyedia akun media sosial dan video sharing. Dia menekankan kembali pemerintah akan bersikap tegas kalau tidak ada perbaikan dalam membatasi akun-akun bermuatan paham radikal.
Dia menerangkan penutupan media sosial ini akan dilakukan bertahap. Pertama, dengan melarang iklan-iklan Indonesia ditayangkan di media sosial tersebut. Sebab, bisnis utama platform media sosial ialah menayangkan iklan. Tanpa iklan, dia menyatakan, tidak ada keuntungan bisnis di Indonesia.
Setelah itu, pemerintah akan mengambil langkah tegas untuk tidak menutup akses media sosial tersebut kalau masih tidak ada perubahan maka pemerintah. "Anda (perusahaan media sosial) di Indonesia bisnis. Jadi logika bisnisnya harus diterapkan. Anda mau bisnis atau mengacaukan negara, kalau mau bisnis ikut perintah yang diatur negara," ujarnya. (republika.co.id)
Rudiantara mengatakan kalau perusahaan platform media sosial tidak melakukan perbaikan dalam hal penutupan akun radikal maka pemerintah akan menutup akses platform tersebut. "Mohon maaf teman-teman yang main pakai Facebook, atau Youtube kalau terpaksa harus (ditutup) karena tugas pemerintah bertugas menjaga ini kondusif," kata Rudiantara usai menghadiri Deklarasi Anti Radikalisme Perguruan Tinggi Se-Jawa Barat di Universitas Padjadjaran, Kota Bandung, Jumat (14/7).
Ia menyebutkan ancaman tegas ini menjadi tindak lanjut atas kekecewaan pemerintah Indonesia pada kebijakan platform media sosial internasional. Sebab, permintaan pemerintah menindak akun berbahaya tidak sepenuhnya dipenuhi.
Menurut dia, selama 2016 paltform media sosial internasional hanya menutup 50 persen akun dari yang diminta oleh Kemkominfo untuk ditindak. "Pada 2016, permintaan untuk men-takedown akun di medsos maupun file video sharing itu, 50 persen dilakukan oleh penyedia platform internaisonal media sosial. Ini mengecwakan bagi kami sehingga kami minta diperbaiki ini," kata dia.
Rudiantara mengatakan penyebaran radikalisme lewat dunia maya sudah semakin marak. Paham radikal disisipkan secara online sehingga memudahkan penyisipan doktrin-doktrin menyimpang.
Menurut Rudiantara, penyebaran konten radikal di dunia maya terbagi lewat situs dan media sosial. Dia menerangkan penindakan situs yang berperan menyebarkan konten radikalisme lebih mudah karena pemerintah dapat langsung melakukan blokir. Sementara media sosial, pemerintah harus melalui komunikasi dengan perusahaan terkait.
Menindaklanjuti ini, Rudiantara telah mengutus perwakilannya untuk berkomunikasi dengan perusahaan penyedia akun media sosial dan video sharing. Dia menekankan kembali pemerintah akan bersikap tegas kalau tidak ada perbaikan dalam membatasi akun-akun bermuatan paham radikal.
Dia menerangkan penutupan media sosial ini akan dilakukan bertahap. Pertama, dengan melarang iklan-iklan Indonesia ditayangkan di media sosial tersebut. Sebab, bisnis utama platform media sosial ialah menayangkan iklan. Tanpa iklan, dia menyatakan, tidak ada keuntungan bisnis di Indonesia.
Setelah itu, pemerintah akan mengambil langkah tegas untuk tidak menutup akses media sosial tersebut kalau masih tidak ada perubahan maka pemerintah. "Anda (perusahaan media sosial) di Indonesia bisnis. Jadi logika bisnisnya harus diterapkan. Anda mau bisnis atau mengacaukan negara, kalau mau bisnis ikut perintah yang diatur negara," ujarnya. (republika.co.id)
Tidak ada komentar