Minta Masyarakat Tak Panik, Komisi IX DPR Usul Vaksin Diberi Barcode
Baturaja Radio - Menyusul kasus vaksin palsu, orang tua anak yang menjadi korban berang
dan menggeruduk sejumlah rumah sakit. Masyarakat pun diminta tenang dan
tidak bertindak anarkis.
"Kepada masyarakat semua, tolong jangan salahkan dokter. Atau tenaga kehatan begitu saja. Karena mereka bisa saja tidak tahu. Polisi saja tidak bisa membedakan antara yang palsu atau tidak," ujar Ketua Komisi IX Dede Yusuf di Gedung DPR, Kompleks Senayan, Jakarta, Senin (18/7/2016).
Menurut Dede, saat ini yang perlu dicari tahu dalam kasus ini adalah sumber-sumber penyebarannya. Untuk itu, Dede meminta agar semua pihak menahan diri dan menyerahkan kasus ini sepenuhnya kepada pihak yang berwajib.
"Kita akan telusuri. Tolong jangan lakukan tindakan anarkis kepada dokter atau tenaga kesehatan karena mereka belum tentu tahu. Mari kita serahkan ke kepolisian untuk melakukan tindak lanjut secara hukum," ucapnya.
Untuk menghindari vaksin palsu, Dede pun akan merekomendasikan soal model penyebaran vaksin. Yakni dengan sistem pemberian barcode sehingga setiap vaksin terdapat secara digital.
"Besok obat-obatan harus dilakukan seperti barcode. Bukan lagi no sampling. Kalau barcode sudah terscan, berarti dia sudah tidak bisa dipakai lagi. Itu semua, mungkin fasilitas pelayanan kesehatan, RS harus ada scanning barcode," terang Dede.
"Ini akan kita pelajari, termasuk kewenangan BPOM mengenai UU baru. Termasuk anggarannya," imbuh politisi Demokrat itu.
Masalah vaksin palsu ini disebut-sebut karena ada masalah kekurangan stok vaksin dari pemerintah. Menurut Dede, pihaknya memang mendapat sejumlah komplain terkait hal tersebut.
"Ada IDI, ARSI, PERSI ingin bertemu. Saya sedang menjadwalkan, memang ada yang katakan bahwa vaksin kosong di lapangan. Bukan hanya vaksin tapi juga obat-obatan. Saya sudah tegur Dirjen Binfar agar lihat kenapa bisa terjadi kekosongan," kata Dede.
"Apakah tidak rajin, tidak sesuai, karena anggaran tidak ada yang tidak tepat. Tinggal apakah proses tendernya. Ini jadi evaluasi kita juga. (Komplain) Ada tapi sifatnya general bukan vaksin saja. Obat pun Januari-April biasanya kosong. Itu kita telusuri," tambah dia.
Saat ini Komisi IX tengah rapat tertutup dengan Menkes Nila Moeloek namun berkaitan dengan masalah anggaran. Komisi IX sebelumnya menunda pembahasan anggaran soal vaksin karena munculnya masalah vaksin palsu itu.
"Ketika pembahasan anggaran sudah kami lakukan minggu lalu tapi kami sepakat pending sebelum ada langkah nyata pemerintah soal penanggulangan vaksin palsu. Pemerintah sudah lakukan itu dan sekarang sudah berjalan," ungkap Dede.
Untuk vaksin, Kemenkes mendapat dana Rp 1,2 T di tahun 2016. Namun ini hanya untuk program pemberian vaksin dasar gratis bagi anak-anak balita.
"Pembeliannya kepada Bio Farma karena dia satu-satunya yang memproduksi untuk pemerintah dengan harga Rp 10 ribu rupiah lalu gratis ke masyarakat. Untuk vaksin impor tentu tidak di anggaran itu. Karena sifatnya tambahan, ditawarkan ke pasien atau ortu apakah mau gunakan vaksin impor," jelas dia.
Vaksin yang banyak dipalsukan adalah vaksin impor berharga mahal. Sementara untuk buatan Bio Farma atau dari program pemerintah, belum ditemukan ada yang dipalsukan.
"Sebetulnya untuk vaksin impor nggak ada masalah. Nggak ada sesuatu atau perubahan yang signifikan. Pemerintah sudah jamin vaksin dasar dibuat Bio Farma," tutup Dede. (news.detik)
"Kepada masyarakat semua, tolong jangan salahkan dokter. Atau tenaga kehatan begitu saja. Karena mereka bisa saja tidak tahu. Polisi saja tidak bisa membedakan antara yang palsu atau tidak," ujar Ketua Komisi IX Dede Yusuf di Gedung DPR, Kompleks Senayan, Jakarta, Senin (18/7/2016).
Menurut Dede, saat ini yang perlu dicari tahu dalam kasus ini adalah sumber-sumber penyebarannya. Untuk itu, Dede meminta agar semua pihak menahan diri dan menyerahkan kasus ini sepenuhnya kepada pihak yang berwajib.
"Kita akan telusuri. Tolong jangan lakukan tindakan anarkis kepada dokter atau tenaga kesehatan karena mereka belum tentu tahu. Mari kita serahkan ke kepolisian untuk melakukan tindak lanjut secara hukum," ucapnya.
Untuk menghindari vaksin palsu, Dede pun akan merekomendasikan soal model penyebaran vaksin. Yakni dengan sistem pemberian barcode sehingga setiap vaksin terdapat secara digital.
"Besok obat-obatan harus dilakukan seperti barcode. Bukan lagi no sampling. Kalau barcode sudah terscan, berarti dia sudah tidak bisa dipakai lagi. Itu semua, mungkin fasilitas pelayanan kesehatan, RS harus ada scanning barcode," terang Dede.
"Ini akan kita pelajari, termasuk kewenangan BPOM mengenai UU baru. Termasuk anggarannya," imbuh politisi Demokrat itu.
Masalah vaksin palsu ini disebut-sebut karena ada masalah kekurangan stok vaksin dari pemerintah. Menurut Dede, pihaknya memang mendapat sejumlah komplain terkait hal tersebut.
"Ada IDI, ARSI, PERSI ingin bertemu. Saya sedang menjadwalkan, memang ada yang katakan bahwa vaksin kosong di lapangan. Bukan hanya vaksin tapi juga obat-obatan. Saya sudah tegur Dirjen Binfar agar lihat kenapa bisa terjadi kekosongan," kata Dede.
"Apakah tidak rajin, tidak sesuai, karena anggaran tidak ada yang tidak tepat. Tinggal apakah proses tendernya. Ini jadi evaluasi kita juga. (Komplain) Ada tapi sifatnya general bukan vaksin saja. Obat pun Januari-April biasanya kosong. Itu kita telusuri," tambah dia.
Saat ini Komisi IX tengah rapat tertutup dengan Menkes Nila Moeloek namun berkaitan dengan masalah anggaran. Komisi IX sebelumnya menunda pembahasan anggaran soal vaksin karena munculnya masalah vaksin palsu itu.
"Ketika pembahasan anggaran sudah kami lakukan minggu lalu tapi kami sepakat pending sebelum ada langkah nyata pemerintah soal penanggulangan vaksin palsu. Pemerintah sudah lakukan itu dan sekarang sudah berjalan," ungkap Dede.
Untuk vaksin, Kemenkes mendapat dana Rp 1,2 T di tahun 2016. Namun ini hanya untuk program pemberian vaksin dasar gratis bagi anak-anak balita.
"Pembeliannya kepada Bio Farma karena dia satu-satunya yang memproduksi untuk pemerintah dengan harga Rp 10 ribu rupiah lalu gratis ke masyarakat. Untuk vaksin impor tentu tidak di anggaran itu. Karena sifatnya tambahan, ditawarkan ke pasien atau ortu apakah mau gunakan vaksin impor," jelas dia.
Vaksin yang banyak dipalsukan adalah vaksin impor berharga mahal. Sementara untuk buatan Bio Farma atau dari program pemerintah, belum ditemukan ada yang dipalsukan.
"Sebetulnya untuk vaksin impor nggak ada masalah. Nggak ada sesuatu atau perubahan yang signifikan. Pemerintah sudah jamin vaksin dasar dibuat Bio Farma," tutup Dede. (news.detik)
Tidak ada komentar