Impor Jeroan Menuai Kritik, Kementan: Orang Eropa Juga Makan
Baturaja Radio - Rencana pemerintah untuk mengimpor jeroan sapi mengundang banyak kritik.
Pernyataan Menteri Pertanian Amran Sulaiman setahun lalu yang
mengatakan jeroan adalah makanan hewan pun menjadi pertanyaan masyarakat
mengapa kebijakan ini dilakukan.
Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Ketut Diarmita menjelaskan bahwasanya jeroan bukanlah makanan yang asing lagi bagi masyarakat Indonesia, termasuk di negara-negara maju Eropa.
"Secara kultur, masyarakat Indonesia sebenarnya makan jeroan sudah jadi budaya. Artinya itu sebenarnya dari dulu tidak jadi masalah. Bahkan masyarakat tertentu jeroan makanan kelas tinggi," ujarnya di Gedung C Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (19/7/2016).
"Dan yang makan jeroan sebenarnya bukan hanya kita di Indonesia. Di Eropa, seperti Italia, Spanyol, Skotlandia, Turki, Korea, Jepang masih makan jeroan," tambahnya.
Seiring dengan kebutuhan daging yang tinggi, dan keinginan Presiden Jokowi untuk memberikan asupan protein dengan harga yang terjangkau pada masyarakat membuat kebijakan ini menjadi pilihan saat ini.
"Sekarang kebutuhan daging kita khususnya di Jabodetabek sangat tinggi. Di lain pihak tugas kita di Kementan menjaga harga daging Rp 80 ribu. Dengan banyaknya permintaan harga jadi fluktuatif. Akhirnya kita cari pilihan, kita beri choices ada daging segar, frozen, dan jeroan. Sebenarnya kalau impor sapi bakalan kita sekaligus impor jeroan. Karena selain kulit kan ada jeroan juga. Itu ada sekian ribu jeroan, dan kita makan bukan dibuang," tandasnya.
Impor jeroan saat ini adalah bagian dari rencana jangka pendek untuk menstabilkan harga daging sapi dan memenuhi sumber protein masyarakat, dan jumlah jeroan sapi yang diimpor tidak lebih besar dari jumlah impor daging sapi beku. Aturan dari Permentan No. 58 Tahun 2015 pun sedang direvisi agar importasi ini dapat segera dilaksanakan. (detik.com)
Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Ketut Diarmita menjelaskan bahwasanya jeroan bukanlah makanan yang asing lagi bagi masyarakat Indonesia, termasuk di negara-negara maju Eropa.
"Secara kultur, masyarakat Indonesia sebenarnya makan jeroan sudah jadi budaya. Artinya itu sebenarnya dari dulu tidak jadi masalah. Bahkan masyarakat tertentu jeroan makanan kelas tinggi," ujarnya di Gedung C Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (19/7/2016).
"Dan yang makan jeroan sebenarnya bukan hanya kita di Indonesia. Di Eropa, seperti Italia, Spanyol, Skotlandia, Turki, Korea, Jepang masih makan jeroan," tambahnya.
Seiring dengan kebutuhan daging yang tinggi, dan keinginan Presiden Jokowi untuk memberikan asupan protein dengan harga yang terjangkau pada masyarakat membuat kebijakan ini menjadi pilihan saat ini.
"Sekarang kebutuhan daging kita khususnya di Jabodetabek sangat tinggi. Di lain pihak tugas kita di Kementan menjaga harga daging Rp 80 ribu. Dengan banyaknya permintaan harga jadi fluktuatif. Akhirnya kita cari pilihan, kita beri choices ada daging segar, frozen, dan jeroan. Sebenarnya kalau impor sapi bakalan kita sekaligus impor jeroan. Karena selain kulit kan ada jeroan juga. Itu ada sekian ribu jeroan, dan kita makan bukan dibuang," tandasnya.
Impor jeroan saat ini adalah bagian dari rencana jangka pendek untuk menstabilkan harga daging sapi dan memenuhi sumber protein masyarakat, dan jumlah jeroan sapi yang diimpor tidak lebih besar dari jumlah impor daging sapi beku. Aturan dari Permentan No. 58 Tahun 2015 pun sedang direvisi agar importasi ini dapat segera dilaksanakan. (detik.com)
Tidak ada komentar