AWAS! PEREDARAN UANG PALSU MENINGKAT
Baturaja Radio - Indonesia (BI) melansir temuan uang palsu mengalami kenaikan sepanjang Januari-Oktober 2015. Peredarannya naik sebesar 123,78 persen dengan jumlah peredaran mencapai 273.223 lembar uang palsu, meningkat dari realisasi periode tahun lalu sebanyak 122.091 lembar.
Uang palsu dominan beredar di Pulau Jawa, dengan temuan di Jawa Timur sebanyak 148.904 lembar, DKI Jakarta 49.326 lembar, Jawa Barat 31.439 lembar, Jawa Tengah 17.254 lembar, Lampung 4.202 lembar, Bali 3.640 lembar, Sumatera Utara 3.598 lembar, Yogyakarta 2.548 lembar, NTT 2.013 lembar, dan NTB 1.406 lembar.
"Di Jatim itu tertinggi jumlah penemuan uang palsu karena yang di Jember itu yang sudah divonis 14 tahun dan delapan tahun," ujar Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Uang BI Suhaedi di gedung Bank Indonesia, Jakarta, Senin (23/11).
Dia menjelaskan, temuan uang palsu dari hasil penyelidikan kepolisian sebesar 52 persen dari 273.223 lembar yakni sebanyak 143.428 lembar. Sedangkan 48 persen sisanya atau 129.795 lembar ditemukan dari laporan perbankan ke BI.
Periode Januari-Oktober 2015 temuan uang palsu mencapai 273.223 lembar. Rasio uang rupiah palsu per sejuta lembar uang yang diedarkan sebesar 18 lembar.
Data BI merinci peredaran uang palsu sebanyak 273.223 lembar terdiri dari beberapa pecahan. Pecahan Rp 100.000 paling banyak dipalsukan dengan temuan mencapai 202.376 lembar atau meningkat dibanding periode tahun lalu sebanyak 68.021 lembar. Nilai pecahan Rp 50.000 dan Rp 20.000 ditemukan sebanyak masing-masing 59.848 lembar dan 7.065 lembar. Jumlah ini naik dibanding realisasi sebelumnya masing-masing 43.150 lembar dan 6.809 lembar.
Pecahan Rp 10.000 dan Rp 5.000 temuan uang palsu menurun dari sebelumnya masing-masing 2.070 lembar dan 2.032 lembar menjadi 1.805 lembar dan 1.805 lembar. Sementara untuk pecahan Rp 2.000 jumlahnya naik dari lima lembar menjadi 323 lembar, serta pecahan Rp 1.000 turun dari empat lembar menjadi hanya satu lembar.
"Kenaikan temuan uang palsu ini bukan lantaran karena kegiatan pesta demokrasi (pilkada) ataupun aktivitas lain. Melainkan karena pemahaman masyarakat semakin baik untuk mengenali ciri-ciri rupiah," jelas Suhaedi.
Di samping itu, lanjutnya, teknologi yang digunakan para pelaku pemalsuan uang juga masih terlampau sederhana.
"Jadi cuma lewat 3D (dilihat, diraba, diterawang) kalau masyarakat jeli pasti bisa mudah mengenali ini uang asli atau palsu," demikian Suhaedi. (rmolsumsel)
Tidak ada komentar